Profesi bukanlah sebuah warisan dari para leluhur. Profesi terbangun dari sebuah proses panjang. Proses pendidikan formal yang harus dilalui oleh seseorang. Ada beragam profesi yang bisa dicapai dan menjadi cita-cita saat menikmati duduk di bangku sekolah. Teringat saat motivator hadir dan menanyakan apa sebenarnya cita-cita yang diinginkan kelak. Dengan spontan para siswa menjawab ingin menjadi Tentara, Polisi, Insinyur, Dokter, Perawat, Guru, bahkan ada yang ingin menjadi seorang Presiden.

Membayangkan profesi yang diidamkan benar-benar terwujud, betapa bahagia dan seluruh keluarga pastinya ikut bangga. Namun tidak sedikit profesi yang diidamkan tidak tercapai dan bisa berubah karena banyak faktor. Berawal dari pernyataan ini, penulis ingin berbagi pengalaman hidup hingga menjalani profesi guru sampai saat ini. Ketahuilah bahwa penulis dibesarkan dari keluarga guru. Jabatan terakhir ayah sebagai Kepala SDN di Kecamatan Sidoarjo Kabupaten Sidoarjo. Bersyukur kami dibesarkan dengan penuh kasih dan sayang. Walau dari segi ekonomi dipandang pas-pasan, namun kami bangga kepada mereka berdua, ayah dan ibu.

Bekal ilmu dan akhlak menjadikan kami tumbuh menjadi manusia yang kuat dan tangguh. Ayah tidak pernah memaksakan diri agar anak-anaknya mengikuti jejak karirnya sebagai seorang guru. Beliau hanya memberikan arahan dan membimbing kami, agar tak salah dalam melangkah menggapai cita-cita. Awalnya penulis berkeinginan menjadi seorang desainer dan memiliki butik yang terkenal. Hingga pada akhirnya setelah dinyatakan lulus dari Sekolah Menengah Pertama/SMP, maka penulis berkeinginan mendaftarkan diri ke Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), namun saat itu ayah memberikan saran, kalau bisa jangan hanya daftar satu sekolah saja.

Hingga akhirnya ayah memberikan gambaran untuk daftar di Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN) dan Madrasah Aliyah Negeri (MAN). Ringkas cerita, penulis akhirnya mendaftarkan diri ke SMKN Sidoarjo, PGAN Mojokerto, dan MAN Surabaya. Untungnya proses tes atau seleksi penerimaan peserta didik baru saat itu waktunya tidak bersamaan, sehingga penulis dapat mengikuti dan menyelesaikannya dengan baik. Giliran pengumuman seleksi, ternyata lembaga yang mengumumkan pertama kali adalah PGAN Mojokerto.
Nasib baik berpihak kepada penulis, karena saat itu dinyatakan lolos dan diterima sebagai siswa baru di PGAN Mojokerto. Satu sisi penulis bahagia, namun di sisi lain sebenarnya penulis ingin masuk di SMKN Sidoarjo dan masih terobsesi ingin menjadi desainer yang handal. Namun ayah begitu bijak, beliau tetap mendampingi penulis untuk melihat pengumuman di SMKN Sidoarjo dan MAN Surabaya. Dari sini penulis semakin bimbang sekaligus bingung, karena ketiga-tiganya lolos dan penulis diterima. Kini saatnya memilih, ayah dan ibu pun mengambil peran hingga akhirnya penulis memutuskan diri untuk masuk di PGAN Mojokerto.
Hari-hari penulis jalani dengan penuh prihatin, karena selama ini tidak pernah membayangkan harus jauh meninggalkan keluarga, dan kampong halaman. Alhamdulillah kekuatan itu selalu ada karena doa orang tua, hingga penulis dapat menyelesaikan studi dan melanjutkan ke Perguruan Tinggi Islam Negeri di kota Surabaya.
Pilihan di Perguruan Tinggi Islam Negeri sejatinya bukanlah pilihan satu-satunya, karena saat itu penulis ingin melanjutkan ke Universitas dan ingin mahir dalam bidang sastra Inggris. Namun sekali lagi, ayah saat itu tetap memberikan masukan agar penulis jangan terpacu pada satu perguruan tinggi saja. Akhirnya saat itu penulis putuskan untuk mendaftarkan diri ke IKIP Surabaya dan IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Saran ayah selalu tepat, saat itu penulis gagal di IKIP dan diterima di IAIN Sunan Ampel Surabaya pada Fakultas Tarbiyah. Bersyukur semua proses penulis jalani hingga dinyatakan lulus dari Institut Agama Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Saat prosesi wisuda masih berlangsung, pikiran ini melayang memikirkan apa yang akan penulis lakukan setelah di wisuda hari ini.
Penulis tak ingin kembali ke kampung halaman dengan predikat sebagai pengangguran intelektual. Penulis juga tak ingin menjadi beban bagi ayah dan ibu. Untuk menepis anggapan kuno masyarakat sekitar, penulis harus bangkit dan akhirnya penulis mengambil sikap untuk mengikuti kursus instruktur komputer di kota Malang. Dengan berbekal keterampilan komputer, akhirnya penulis diterima sebagai tenaga honorer di sebuah Lembaga Madrasah Tsanawiyah di Kota Sidoarjo. Selama hampir tiga tahun menjalani sebagai tenaga honorer, penulis ingin mengadu nasib dengan mengikuti tes Korp Wanita Angkatan Laut (Kowal) di Surabaya.
Proses seleksi pun diikuti oleh penulis ikuti hingga dinyatakan gugur pada level Samapta atau kesiapan fisik. Mengapa tes ini penulis lakukan? Tentu jawabannya karena penulis ingin keluar dari habitat guru dan beralih ke komunitas TNI. Dengan kegagalan yang penulis alami, maka penulis dapat mengambil hikmah bahwa sejatinya Allah Swt sangat sayang kepada penulis. Allah telah menempatkan penulis pada posisi yang sudah sesuai dengan kapasitas dan lingkungan yang sejak kecil terbangun dari dalam maupun luar diri.
Selanjutnya penulis hanya bisa menjalani ketentuan yang telah digariskan dan terus bersyukur kepada Allah Swt, karena Allah telah memberikan petunjuk kepada penulis bahwa sejatinya profesi yang tepat bagi penulis hanyalah sebagai seorang guru. Waktu telah menjawab semua yang penulis alami selama ini.
Seiring berjalannya waktu, penulis semakin menyadari bahwa sesungguhnya profesi sebagai guru adalah profesi yang sangat tepat dan sangat mulia. Penulis semakin bangga dengan profesi guru, karena sejatinya berangkat dari profesi guru akhirnya mampu melahirkan banyak profesi-profesi bergengsi lainnya bahkan sampai tingkatan sebagai Presiden.
Beragam profesi, semua terlahir dari adanya profesi guru. Sungguh mulianya seorang guru yang benar-benar profesional dalam menjalankan tugasnya dan masih ditambah dengan doa-doanya yang tulus ikhlas akhirnya mampu mengantarkan siswa-siswanya menjadi orang yang memiliki profesi sesuai dengan potensi dan keinginan atau cita-citanya.
Lebih semakin bangga lagi, jika siswa-siswanya masih terus mengenang jasa-jasa guru yang selama ini turut membangun karakter mereka hingga menjadi sosok generasi emas yang hebat, yang tegas, yang tangguh dan bertanggung jawab dalam mengemban amanahnya. Guru bisa tersenyum bangga manakala siswa-siswanya menjadi generasi hebat yang akan memperkuat kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Yes.Hidup guru