Hujan sore hari menemani perjalanan pulangku. Menikmati rinai hujan dan sesekali mencoba bersabar berkendara di tengah gemerciknya air. Mengurangi kecepatan berkendara demi keselamatan, itu sudah pasti kulakukan. Berhati-hati karena ada jalanan yang rusak berlubang tergenang air dan itu tak nampak dari pandangan.

Ini hari ketiga ada tukang yang bekerja di rumahku. Sengaja beberapa waktu lalu kuminta dia untuk membetulkan talng air dan memperbaharui cat teras serta pagar yang warnanya mulai pudar.

Tukang yang kuminta bekerja tak lain adalah tetangga rumahku di desa. Seperti biasa, ketika kubutuhkan tenaganya untuk beres-beres rumah, dia sudah paham. Saah satunya adalah aku tak bisa menyiapkan segalanya mulai dari beli bahan, menyiapkan makan siang atau camilandan sebagainya. Semua itu karena aku harus pergi ke sekolah sejak pagi dan pulang menjelang petang.

Namun kali ini ada anak laki-lakiku yang menemani. Kebetulan masih menikmati sisa liburan semester di rumah. Dia menemani tukang dalambeberapa hari ini. Dia selalu memberiku kabar melalui gawainya.

“Ma, mama pulang jam berapa? Hari ini pekerjaan mas tukang sudah selesai. Apa yang harus kulakukan?” tanyanya.

“Tunggu mas, mama perjalanan pulang,” jawabku meminta

Sore itu hujan turun, sehingga membatalkan keinginanku mampir ke warung untuk membeli makanan. Alhamdulillah tigapuluh menit perjalanan, kini sudah sampai rumah dengan selamat.

Tiba-tiba anakku mendekat dan bertanya: “Mama bawa makanan apa? mas tukang dari pagi belum makan ma. Tadi pagi hanya kubelikan kue dan minuman saja,” ungkapnya.

“Ya Allah, maaf mas. Mama nggak beli makanan, bagaimana kalau mas saja yang belikan nasi?” Jawabku meminta

“Nasi apa ma?” tanyanya sambil mencari kontak motornya.

“Terserah mas, tolong belikan nasi dan minuman ya..” pintaku.

 

Sesaat setelah dari luar, dia menyamaikan “Hujan ma, banyak yang nggak jualan. Akirnya saya belikan ayam goreng Kentucky,” ucapnya

“Iya tak mengapa, terimakasih ya mas!” jawabku.

Sambil kusiapkan dan uletakkan nasi ayam goring Kentucky, minuman dan kue serabi di atas meja. Lanjut kupersilakan mas tukang untuk menikmatinya. Beberapa saat kemudian mas tukang minta pamit. Kulihat nasi ayam Kentucky masih utuh tak disentuh sama sekali.

“Lo kok nggak dimakan mas?” tanyaku

“Nggak bu Nu, saya bawa pulang saja. Kebetulan ini makanan kesukaan anak saya,” jawabnya dengan malu-malu.

Mendengar jawabannya hatiku jadi iba. Ya Allah begitu perhatian dan sayangnya seorang ayah kepada anaknya. Perjuangan ayah kepada anaknya begitu luar biasa. Dia rela kelaparan, demi anak yang dicintanya.

Akhirnya kuniatkan untuk berbagi, kubawakan sembako (gula, minyak goring, kue) dan kuserahkan ongkos tukang selama bekerja membantuku di rumah. Jadi ingat, mas tukang ini adalah muridku ngaji saat kutinggal di rumah induk dulu. Dan sekarang anajnya menjadi murid kakakku di SDN Larangan Candi Sidoarjo.

Ada pembelajaran yang dapat kusampaikan langsung di depan anak laki-lakiku. Semoga dia dapat mengambil hikmah dari semua perjalanan hidup yang dialaminya. Satu pesan yang dapat kusampaikan kepada anak laki-lakiku, bahwa kita harus saling membantu dan pandai-pandai bersyukur atas segala karunia yang telah dilimpahkan kepada kita.

 

 

 

Leave a Reply