Alhamdulillah, saat memasuki hari ke-12 puasa Ramadan, Allah Swt telah limpahkan rezeki kepada para ASN melalui THR. Subhanallah, sepertinya baru kemarin siang teman-teman di ruang guru pada ramai membicarakan THR kapan cair.
Hal ini tentunya bukan menjadi perbincangan baru, akan tetapi dari tahun ke tahun saat bulan ramadan tiba dan menjelang hari raya Idul Fitri, tema utama yang dibicarakan adalah tentang THR kapan cair. Apalagi berita di media sosial sangat gencar, sehingga menambah rasa ingin tahu kapan THR sudah bisa dicairkan. Tidak menafihkan diri, memang beberapa hari yang lalu saya sempat melihat Tik Tok pidato Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani yang membicarakan tentang THR. Namun saya hanya berpikir, rezeki itu tak akan kemana, tinggal masalah waktu saja kapan rezeki itu sampai ke rekening kita.
Saya yakin, bendahara sekolah sudah sangat paham dengan tupoksinya. Apalagi hal-hal terkait dengan dana yang sudah ditunggu-tunggu oleh para guru. Benar juga apa yang baru saja saya pikirkan, ternyata sepulang salat isya’ dan taraweh di masjid, saya baca chat masuk dari bendahara yang memberikan instruksi untuk segera cek rekening masing-masing.
Dengan perasaan dag, dig, dug, dan lisan mengucap kalimah bismillahirrahmaanirrahiim, akhirnya saat itu juga saya coba membuka aplikasi M-Banking dan cek saldonya. Alhamdulillah ya Allah, Alhamdulillah atas segala nikmat yag telah Engkau beri. Saldo bertambah, itu artinya THR sudah masuk di rekening masing-masing guru.
Rezeki dan Rasa Syukur
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata “Rezeki” memiliki pengertian segala sesuatu yang bermanfaat, berdaya guna bagi setiap makhluk, serta dapat dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber kehidupan.
THR pada hakekatnya adalah rezeki yang berupa pendapatan (uang). Sementara rezeki itu sendiri sejatinya tidak hanya dimaknai berupa pendapatan atau uang saja. Bisa jadi berupa makanan, nafkah, keuntungan, kesehatan, kesempatan, jabatan, dan sebagainya.
Saya meyakini bahwa rezeki yang saya terima adalah rezeki dari anak-anak yang dititipkan oleh Allah, dan saya juga meyakininya bahwa rezeki yang saya terima sebagian merupakan hak dari orang-orang lemah yang berada di sekitar kita. Karena keyakinan tersebut, akhirnya malam itu juga saya mendapatkan chat dari mereka (anak-anak titipan Allah) yang intinya mengingatkan bahwa sudah saatnya membayar uang kos.
Alhamdulillah dengan THR sudah cair, paling tidak sudah memberikan rasa tenang karena untuk membayar uang kos dananya sudah tersedia. Siang itu juga, ada chat dari pengurus koperasi yang memberikan kabar bahwa SHU dan voucer belanja sudah dapat diambil. Dua amplop, dua karton minyak, dan dua karton gula pasir sudah siap. Tentu saya ingat lagi, bahwa rezeki yang saya dapatkan sebagian merupakan hak orang lain, oleh karena itu dengan voucher tersebut saya sudah merasa tenang. Artinya jatah bagi mereka (10) orang tenaga kasar di sekolah sudah siap saya bagikan.
Saat rezeki datang, lisan pun berucap tahmid. Ajaran Islam sudah menegaskan dalam QS. Ibrahim ayat 7, yang artinya: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambahkan (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”
Ikhlas
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “Ikhlas” berarti bersih hati, tulus hati. Sementara keikhlasan berarti sebuah kejujuran atau kerelaan. Ikhlas termasuk akhlak mahmudah atau akhlak terpuji. Kata ikhlas itu ringan di mulut atau di lisan, namun sangat berat dalam perbuatan atau perilaku seseorang.
Jika tidak bisa ikhlas dalam melakukan sesuatu perbuatan, lebih baik kita diam. Diam akan lebih berarti daripada kita mengeluh atas segala pemberian Allah Swt. Penting juga memahami apa yang dimaksud dengan sikap ikhlas, agar supaya kita terhindar dari perbuatan melakukan ibadah atau perbuatan baik dengan niat selain karena Allah Swt.
Sebagai pengingat bagi umat manusia, bahwa keikhlasan terhadap ketetapan Allah Swt merupakan salah satu prinsip dasar iman. Sebagaimana telah diterangkan dalam firman Allah QS. Al Baqarah ayat 216, yang artinya: “Mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal ia baik bagimu, dan mungikin kamu menyukai sesuatu, padahal ia tidak baik bagimu.”
Tentang ikhlas, telah dijelaskan pula dalam QS. Al Insan ayat 8-12, yang artinya: “Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim, dan orang yang ditawan, (Seraya berkata), “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah karena mengharapkan rida Allah, kami tidak mengharapkan balasan dan terimakasih dari kamu. Sungguh, kami takut akan (Azab) Tuhan pada hari ketika orang-orang berwajah masam lagi penuh kesulitan.” Maka Allah melindungi mereka dari kesusahan pada hari itu dan memberikan keceriaan dan kegembiraan kepada mereka. Dan Dia memberi balasan berupa surga dan pakaian sutera kepada mereka karena kesabarannya.”
