Manusia adalah makhluk individual dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individual, manusia itu memiliki karakter unik yang jika dikelompokkan tentu antara yang satu dan yang lainnya pasti tidaklah sama. Demikian juga manusia sebagai makhluk sosial, manusia pasti membutuhkan manusia yang lain, membutuhkan sebuah kelompok. Sebagai makhluk sosial manusia tidak bisa hidup sendiri.
Manusia membutuhkan kebersamaan dalam kehidupannya. Semua itu dilakukan dalam rangka untuk saling memberi dan saling mengambil manfaat dari yang lainnya. Tertarik pada kata “Kebersamaan,” yang acapkali kita dengar jika berada dalam sebuah kelompok atau komunitas.
Apa sebenarnya makna “Kebersamaan” itu?
Apa sebenarnya makna kebersamaan itu? Akhirnya saya ingin mencari dan terus ingin mencari apa sejatinya makna dari kata “Kebersamaan.” Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kebersamaan itu dimaknai sebagai hal bersama. Artinya segala sesuatu yang didasarkan pada nilai kebersamaan. Artinya segala sesuatu yang didasarkan pada kebersamaan yang dimaknai sebagai usaha bersama atau mengerjakan segala sesuatu secara bersama-sama.
Menurut Tismay (2015) Kebersamaan adalah wujud tindakan sosial yng menggembirakanbagi semua pihak yang terlibat. Kegiatan yang dilakukan bersama-sama tentu akan memunculkan nilai tambah apabila dibandingkan dengan melakukan kegiatan secara individual.
Selanjutnya Ariestoteles mengkategorikan manusia ke dalam “Zoon Politicon” yang berarti manusia adalah makhluk yang ingin selalu bergaul dan berkumpul. Lebih lanjut Ariestoteles mengatakan bahwa manusia adalah makhluk sosial bukan bermaksud untuk menegaskan ide tentang kewajiban manusia untuk bersosialisasi dengan sesamanya, melainkan ide tentang makhluk sosial terutama bermaksud menunjuk langsung pada kesempurnaan identitas dan jati diri manusia.
Dari pernyataan tersebut di atas, akhirnya dapat disimpulkan bahwa makna Kebersamaan itu muncul karena pada dasarnya manusia itu tidak dapat hidup sendiri. Dalam kehidupannya, manusia selalu membutuhkan orang lain untuk bersosialisasi. Hubungan antar sesama dalam berbagai kegiatan bersama dan hubungan inilah merupakan inti dari sebuah interaksi di antara mereka.
Namun demikian, ada sesuatu yang masih mengganjal dalam benak saya. Apakah kebersamaan itu harus ditandai dengan selalu bersama-sama, kemana-mana selalu bersama, makan satu makan semuanya, bahkan saya dapat menggambarkan bahwa gula itu memang manis rasanya, garam itu asin rasanya, bahkan obat atau jamu itu pasti pahit rasanya. Bahkan akhirnya ada peribahasa mengatakan ada gula ada semut. Apa hubungannya?
Coba kita renungkan, apakah porsi nilai kebersamaan yang diucapkan itu benar-benar sudah mampu direalisasikan dengan baik dan dengan sangat bijak. Bukankah selama ini yang berjalan tidaklah demikian. Siapa yang dianggap kelompoknya, tentu ia akan mendapatkan sesuatu yang berbeda dengan yang bukan kelompoknya. Dan jika tidak masuk dalam kelompoknya akan digunjing sepanjang mulut dalam berkata-kata.
Saya hanya menegaskan, janganlah nilai kebersamaan itu dijadikan kedok belaka. Fatalnya bagi yang tidak mengikuti arusnya dianggap tidak bersahabat, tidak kompak, terus timbullah pembullyan dengan cara menggunjingnya di sana sini. Dan akhirnya ghibah pun seakan menjadi hal yang biasa terjadi di sekeliling kita.
Akhirnya dari pernyataan di atas, dapat diambil hikmah bahwa nilai kebersamaan itu seharusnya berlaku bagi semua orang bukan hanya berlaku bagi sekelompok orang. Nilai kebersamaan yang murni sejatinya berangkat dari hati yang tulus, yang memiliki nilai kemanusiaan yang tinggi, dan segala sesuatu yang dilakukan hanya bersandar dan berharap rida Allah semata.

Tulisan yang luar biasa Bu Pudji tentang makna kebersamaan.
Terimakasih bu Hendrik